Semarang,
02 Oktober 2019. Sejumlah 133 siswa-siswi Sekolah Dasar Juara Semarang menyambut
hari batik dengan mengenakan batik. Tidak terkecuali bapak dan ibunguru serta
karyawan mengenakan kain batik. Setelah berfoto dan mendokumentasikan kaun
batik bersama-sama, siswa mendapatkan pembelajaran terkait batik, adapun
pembelajaran bersumber dari wikipedia indonesia sebagai berikut.
Batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan
menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan
cara tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai
keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan
Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.
Secara etimologi, kata
batik berasal dari bahasa Jawa ambhatik, dari kata amba yang berarti lebar, luas, kain; dan titik yang berarti
titik atau matik (kata kerja dalam bahasa Jawa berarti membuat titik) dan kemudian berkembang menjadi
istilah batik, yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu
pada kain yang luas atau lebar. Batik juga mempunyai pengertian sebagai segala
sesuatu yang berhubungan dengan membuat titik-titik tertentu pada kain mori.
Dalam bahasa
Jawa, batik ditulis
dengan bathik, mengacu pada huruf Jawa (tha) yang menunjukan bahwa batik adalah rangkaian dari
titik-titik yang membentuk gambaran tertentu. Batik sangat identik dengan suatu
teknik (proses), dari mulai penggambaran motif hingga pelodorannya. Salah satu
ciri khas batik adalah cara penggambaran motif pada kain yang menggunakan
proses pemalaman, yaitu menggoreskan malam (lilin) yang ditempatkan pada wadah
yang bernama canting dan cap. Menurut KRT.DR. HC. Kalinggo Hanggopuro (2002,
1-2) dalam buku Bathik sebagai Busana Tatanan dan Tuntunan menuliskan bahwa para penulis terdahulu menggunakan
istilah batik yang sebenarnya tidak ditulis dengan kata batik akan tetapi
seharusnya bathik. Hal ini mengacu pada huruf Jawa (tha) dan bukan (ta) dan pemakaiaan batik sebagai rangkaian dari titik adalah
kurang tepat atau dikatakan salah.
Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam atau lilin adalah salah satu bentuk seni kuno.
Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak
abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola.
Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit,
dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang
dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru
dikenal setelah Perang Dunia I atau
sekitar tahun 1920-an.
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran
batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat
bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan
Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua.
Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh
Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa
pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola
seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan
di Jawa pada masa sekitar itu.[6] Detail ukiran kain yang menyerupai pola batik
dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan
buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detail pakaian menampilkan pola sulur
tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional
Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik
yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah
dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana
Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar
mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga
pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat
sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang
dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Oleh
beberapa penafsir, serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam
buku History of Java (London,
1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles.
Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar
Belanda Van Rijekevorsel memberikan
selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik
di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai
mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition
Universelle di Paris pada
tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik
otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik
cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan
menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran
dari Indonesia ke Wilayah Persekutuan Malaysia juga
membawa Batik bersama mereka.
Sekarang batik sudah berkembang di beberapa tempat di luar Jawa, bahkan
sudah ke manca negara. Di Indonesia batik sudah pula dikembangkan di Aceh
dengan batik Aceh, Batik Cual di Riau, Batik Papua, batik Sasirangan
Kalimantan, dan Batik Minahasa.
Batik
adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari
budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa
lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian,
sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan
sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki
ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik
pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak
"Mega Mendung", di mana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik
adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi
membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang
kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa
motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini,
beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa
) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada
dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi
PBB.
Ragam corak dan warna Batik
dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak
dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan
tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para
pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti
merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah
Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan
yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang
dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna
kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan
coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya
masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Semula batik dibuat di atas
bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran
besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah
dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna
muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua
atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik
dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.
Batik tulis adalah kain yang dihias dengan
tekstur dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan
waktu kurang lebih 2-3 bulan.
Batik cap adalah
kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik yang dibentuk dengan cap (
biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu
kurang lebih 2-3 hari.
Batik lukis adalah
proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.
Sebuah warisan kesenian
budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari
turun temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan
motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya
bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari
leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha.
Batik Jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan
batik Solo, Yogyakarta atau biasa disebut Batik Jogja dan Kota Pekalongan atau
yang biasa disebut Batik Pekalongan.
0 Komentar